Minggu, 25 Oktober 2009

PUTUS

Hatiku remuk
Dihantam muntahal jumu'
Kau siram dengan air garam
Luka yang dulu kau tanam

Kini aku merana
Mengapa dunia ini fana?
Apa bisa kekal
Dengan kamu yang nakal

Kadiq dan Mudrik bertanya
Ada apa?

Aku tak tega
Jadikan kalbu yang lega

BAGIAN KESALAHAN

Sapaan hangat membelai jiwa
Daun turun menangis meratap nasib

Tak terasa helaian menakutkan
Daun-daun takut turun

Angin tak merasa
''Apa salahku?''
Angin tak tahu menahu

Daun kian bergidik
Kala angin jauh mengindik

Ketakutan mematikan asa
Hijau asa menguning jua

Peristiwa hanya terekam udara
Mengenang ketakutan tiada tara

DIAM

Lembaran kuning
Tersibak bagai janin
Tersebar kabar
Terdengar sampai akar

Berjalan di atasnya
Berlari melintasinya
Hingga waktu kan tiba
Dalam naungan rasa iba

Aku terpekur
Terlanjur
Diantara sekian banyak kepala
Didalamnya ada mata
Mata-mata mulai menghunjam
Menusuk jiwa raga
tajam
Dan aku
Hanya diam

PERCAYA ATAU TIDAK

Hanya Aku yang tahu
Kapan hari itu
Hanya Aku yang tahu
Kapan terjadi itu

Kamu semua
Tak kan ada guna
Tak hanya sampah
Tak hanya murah

Nonakal lebih percaya
Antara dunia 2 maya

Hanya saja
Kamu semua
Tak mudah percaya

Di dunia tlah tampak semua
Ayat-ayat membentang kaffah
Akan menyatu seluruh
Tinggal padang utuh

BATU MERAH

Batu merah

Hanya sebatas dinginnya malam
Takkan menusuk tulang dalam
Takkan merusak indahnya pualam
Takkan menghantui hitam kelam

Malam semakin berlari
Tinggal menatap seberapa berlalu
Depan mata tertancap sesaat

Duduk membelakangi dunia
Punggung bumi merah membara
Mata memerah
Terlalu cepat untuk menghilang

Zamrud bermetamorforis
Hijau menghilang entah kemana
Ciptaan tak tahu apa2

Kamis, 15 Oktober 2009

Bayangan hati Hitam

Langit ini hitam
menenggelamkan segalanya
y, segalanya

puisi tergantung
tergantung langit yang hitam
sekecilpun bintang
mengernyit pada awan temaram

hatiku adalah cahaya
tersebar dan terbesar
dalam alunan metabolisme jiwa

bayangan hati yang tergantung
tergantung langit yang hitam

Dalam liburan (manakib)

Hari kamis tanggal 15 okt. Sudah waktunya memenuhi nadzarnya abah. Ya, manakiban, seperti yg telah kusinggung dalam post kemaren.
Pagi nangkep ayam, trus potong tanpa ampun, tapi tanpa putus leher. Ayam jago putih mulus dalam sekejap menjadi daging mentah siap olah, eh siap bubut.
Tak lain dan tak bukan, ialah ibuku sendiri yang menjadi koki dalam episode ini, tentunya dengan bantuan putra satu-satunya ini (sombong mode : on).
Singkat cerita, semua menu sudah siap.
Jam 2 siang, sepulang abah dari kantor, beliau langsung tancap gas membaca manakib syeh Abd Qodir. Sehingga tak perlu menunggu lama untuk menikmati ayam matang.
Sudah lengkap, tinggal membaginya ke tetangga.
Selesai

Rabu, 14 Oktober 2009

Hari

Malam ini, sepi sendiri, ak merebahkan diri.
Sudah bertambah sehari, waktu yang kulalui bersama makhluk Tuhan lainnya.
Sempat terpikir "mengapa hari ini terasa hampa? Apa karena nganggur?"
Sudah sejak dari minggu ke 3 pada bulan Romadon, ak kembali ke kampung halaman, bersama keluarga dan sanak famili.
Sekarang minggu terakhir liburanku, karena mulai tanggal 19 okt, kuliahku sudan dimulai (isu_red). Dari mulai hari pertama aku di rumah, aku sudah berpikir, "apa yang akan aku lakukan?"
Tetapi, tanpa berselang waktu, pekerjaan itu datang sendiri. Terhitung 4 fase (menurut pengelompokanku_red) kegiatan yang insyaALLAH, (yang terakhir insyaALLAH besok baru terlaksana_red) aku lakukan selama liburan.
Pertama, takbir keliling, dari mulai persiapan sampai malan hari H. Kedua, jelas badan (silaturahmi_red), seminggu ful, bahkan lebih. Ketiga, brifing, pokoknya keliling sma-sma se Pati, tapi belum semua. Yang terakhir, manakiban, syukuran+shodaqoh.

Ternyata kesibukan adalah jiwa dari kehidupan.

Karena udah malem, aku mo tidur dulu. Cerita dan puisinya masih ada stock. Jangan khawatir.
Terimakasih.

Anginku

ANGINKU

Terletak sesudut cahaya
temaram menggelak tawa
angin yang hanya hawa

bergerak-gerak terkadang lupa
anginku tertawa
tanpa terpikir es dan air
anginku tertawa

mengais sungai dalam
mengeruk air dasar
terus dan terus

anginku tertawa
melihat sesudut cahaya